Rabu, 16 Februari 2011

Tegalsari


Pernahkah kawan blogger mendengar tentang Masjid Tegalsari? mungkin sebagian blogger dari luar kota ponorogo belum pernah mendengarnya maka kali ini saya ingin memperkenalkan sebuah masjid terkenal dari kota ponorogo tercinta. Artikel ini saya buat  ketika mendapat tugas ilmiah semasa saya masih sekolah di Pondok Pesantren “Al-Islam” Joresan yang sebelumnya pernah saya posting di blog lama, saking larisnya jadi saya pindahkan ke blog ini, semoga ikut laris juga.Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.
Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain.
Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. Sekadar menyebut sebagai contoh adalah Paku Buana II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).
Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku Buana II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buana II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buana II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara` itu; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.
Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah swt mengabulkan doa Paku Buana II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.
Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.
Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.
Masjid ini merupakan masjid paling ramai dikunjungi para peziarah dan para jamaah pada saat malam-malam tertentu diantaranya malam jum’at, malam lailatul qodr, malam-malam pada bulan Ramadhan, malam-malam ujian semester dan ujian nasional, malam nisfu sya’ban dan malam-malam yang dianggap bermustajab untuk berdoa bagi umat muslim. Dari depan masjid ini terlihat biasa saja, bahkan lebih sederhana jauh daripada Masjid Agung Ponorogo. Namun apabila kita duduk di dalam masjid dengan selalu mengucap kalam ilahi, maka hati kita akan terasa sangat sejuk, inilah kelebihan Masjid Tegalsari.

Daftar Keyword Yang Masuk :

masjid tegalsari (8),sejarah berdirinya masjid di indonesia (4),ki ageng hasan besari (3),sejarah masjid demak (3),kyai ageng mohammad besari masjid tegal sari (3),kyai hasan besari (3),latar belakang berdirinya masjid demak (3),Masjid tegalsari ponorogo (3),sejarah berdirinya masjid (3),riwayat ki ageng hasan besari (3),sejarah tegalsari (3),sejarah tegal sari (3),sejarah berdirinya masjid agung jawa tengah (2),sejarah Al islam (2),ringkasan sejarah masjid agung jateng (2),masjid bagus di malang (2),masjid dan sejarahnya (2),masjid tegal sari (2),pondok pesantren di tegal (2),www Sejarah pondok gontor tegalsari ponorogo (2),Kyai Ageng Hasan Besari (2),sejarah masjid di indonesia (2),sejarah masjid tegalsari (2),sejarah masjid di ponorogo (2),sejarah pondok pesantren tegal sari (2),sejarah masjid tegal sari (2),kisah kyai dan masjid (2),sejarah ponorogo (1),riwayat tegal (1),sejarah kiai hasan besari (1),sejarah tegal jaman dahulu (1),riwayat masjid tegalsari ponorogo (1),sejarah paku buana (1),sejarah masjid tegalsari ponorogo (1),sejarah berdirinya masjid demak (1),sejarah ki bagus sulaiman (1),sejarah masjid ki ageng besari (1),sejarah didirikannya masjid (1),sejarah islam tegalsari (1),sejarah kasan besari (1),tegalsari religi (1),riwayat masjid demak (1),riwayat hidup kanjeng kyai kasan besari (1),Kiai Agung Kasan Besari (1),kiageng hasan byessyari (1),keturunan kyai hasan besari (1),keturunan kasan besari (1),KETURUNA KYAI HASAN BESARI (1),kerajaankartasura (1),kerajaan kartasura (1),kanjeng kyai kasan besari (1),gambar raden ageng besari (1),berdirinya masjid (1),Babad Tegalsari Ponorogo (1),Kyai Ageng Hasan Besari Tegalsari (1),Kyai ageng moch kasan besari (1),kyai ageng tegalsari (1),pengasuh masjid tegal sari (1),paku buana vi (1),mohammat besari tegal sari ponorogo (1),mesjid megah (1),masjid zaman dahulu (1),masjid ter bagus di indonesia (1),masjid agung hasan besari ponorogo (1),latar belakang elpij 3kg (1),kyiai bestari ponorogo (1),kyai hasan bashari ponorogo (1),kyai hasan (1),babad tanah jawa ki ageng hasan besari (1)

1 komentar:

  1. saya pikir paku pubowono ii bukan seorang raja yang bertanggung jawab - jika membaca tulisan anda - bagaimana seorang pemimpin meninggalkan kerajaanya saat terjadi pemberontakan.. tulisan anda juga tidak rasional; sebab tidak menjelaskan bagaimana bisa tiba-tiba pemberontakan padam, padahal pemberontakan itu telah bisa membuat jera pemimpin pemerentahan; harus kartasura sudah dikuasai oleh pemberontak...

    BalasHapus